Ekonomi Syariah Untuk Mengatasi Krisis Ekonomi Global, Mengoreksi Arah Ekonomi Bangsa dari Jerat Neoliberalisme Menuju Fitrah Proklamasi

Share:
Ist



Ekonomi Syariah Untuk Mengatasi Krisis Ekonomi Global, Mengoreksi Arah Ekonomi Bangsa dari Jerat Neoliberalisme Menuju Fitrah Proklamasi


Oleh: Akhmad Khambali,SE,MM

_Ketua Umum Gema Santri Nusa| Pengamat Asuransi & Perbankkan


1. Pendahuluan: Negeri yang Melaju ke Arah yang Salah


Indonesia adalah Hiduplah dengan karaktermu sendiri, jangan merubah dirimu hanya untuk di sukai.kapal besar bernama _Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)_ yang sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 dicita-citakan menjadi negeri yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Namun sebagaimana *kritik tajam dari Prof. Daniel M. Rosyid*, kapal ini justru *melaju dengan kecepatan tinggi* menuju *arah yang keliru: menyimpang dari cita-cita pendiri bangsa, menjauh dari UUD 1945 asli*, dan *semakin tunduk pada kendali asing* melalui *neoliberalisme* dan *neokolonialisme*.


*Reformasi 1998* yang *diharapkan* menjadi *koreksi* atas kekuasaan otoriter Orde Baru, *justru membuka* jalan masuk bagi *liberalisasi ekonomi, dominasi korporasi global*, serta *pengerdilan peran negara*. *UUD 1945 diamandemen* tanpa *referendum rakyat*, Pasal 33 dikooptasi menjadi *instrumen kapitalisme*, dan seluruh fondasi konstitusional diseret ke dalam pusaran globalisme.


Presiden Prabowo Subianto, yang kini berada di pucuk kepemimpinan nasional, digambarkan seperti nakhoda yang sedang berupaya memutar arah kapal besar NKRI kembali ke jalur Proklamasi. Namun manuver ini jelas mengganggu kepentingan para penumpang kelas elit—mereka yang selama ini menikmati arah kesesatan tersebut. Teriakan “Adili Jokowi!”, “Batalkan RUU TNI!” hanya sebagian dari serangkaian upaya menggagalkan koreksi arah sejarah bangsa.


*2. Penyimpangan Arah Sejak Reformasi: Liberalisasi Ekonomi dan Erosi Kedaulatan*


*a. Erosi Pasal 33 UUD 1945*


Pasal 33 UUD 1945 adalah jantung sistem ekonomi Indonesia:

*“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.”*

*“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”*


Namun, *pasca amandemen (1999–2002), pasal ini disusupi semangat pasar bebas*. Peran negara digantikan oleh *mekanisme pasar*. Cabang produksi penting dijual ke swasta. Ekonomi kekeluargaan dikerdilkan menjadi koperasi tanpa daya.


*Fakta Empirik:*

Data BPS (2022): *82% jaringan telekomunikasi dan energi dikuasai oleh konsorsium swasta nasional dan asing*.

Laporan LPEM UI (2023): Hanya *9% sektor strategis yang masih sepenuhnya dikelola oleh negara/BUMN.*


*b. Proyek Infrastruktur dan Ketergantungan Utang*


Era Jokowi identik dengan proyek infrastruktur masif—jalan tol, pelabuhan, bendungan, bandara. Namun sebagian besar *didanai utang luar negeri* dan *skema Public-Private Partnership (PPP)*.


*Data Empirik:*

*Utang luar negeri Indonesia per akhir 2024: USD 407 miliar* (Laporan BI, 2025).

Lebih dari* 68% proyek infrastruktur bersifat konsesi jangka panjang yang memberi hak eksploitasi kepada swasta/asing hingga 30 tahun ke depan*.


*3. Manuver Prabowo: Koreksi Arah, Tantangan Besar*


*a. Strategi Koreksi Arah*


Presiden Prabowo mencoba mengembalikan arah bangsa ke jalur konstitusional dan kedaulatan ekonomi melalui dua instrumen utama:


*1. Danantara Indonesia: Sovereign Wealth Fund Nasional*

Diluncurkan pada Maret 2025, Danantara dirancang sebagai lembaga pengelola aset negara senilai lebih dari USD 900 miliar. Tujuannya adalah memusatkan dan mengelola kekayaan nasional secara profesional dan akuntabel.


_“Kami ingin Indonesia mengelola hartanya seperti Norwegia mengelola Dana Migas.”_ — Tim Danantara (Reuters, Maret 2025)


*2. Revisi UU TNI:*

Disahkan oleh DPR, revisi ini memperluas ruang bagi TNI untuk masuk ke jabatan sipil strategis. Pemerintah menyebut ini sebagai respon atas ancaman hibrida dan kebutuhan efisiensi kepemimpinan.


*b. Reaksi dan Penolakan Elit Status Quo*


*Manuver* ini langsung ditentang oleh kelompok *elit neolib dan “reformasi mbelgedhes” yang merasa kehilangan panggung*.


*Umat Islam harus bersatu menjaga stabilitas politik dan ekonomi sambil mendorong agenda reformasi yang berorientasi keadilan sosial*, bukan sekadar demokrasi prosedural. Kita perlu memastikan arah balik kapal NKRI *tidak terjebak dalam gelombang destruktif dari “reformasi palsu”.*


Pada kesempatan Diskusi dengan Akhmad Khambali tentang Ekonomi Syariah sebagai Solusi Krisis Ekonomi Global: Kembali kepada Ajaran Islam. Menurut dia, krisis Ekonomi global yang sudah melanda hampir seluruh bagian dunia sejak September lalu disebabkan oleh kegagalan sistem ekonomi kapitalis dalam mewujudkan kesejahteraan. Ekonomi kapitalis didasarkan pada semata-mata pemikiran manusia yang mengandung kebenaran nisbi dan telah meninggalkan ajaran agama yang mengandung kebenaran mutlak.


”Prinsip ekonomi kapitalis yang mengatakan bagaimana memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya merupakan prinsip yang mencerminkan suatu karakter yang sangat individualistik dan melanggar hak-hak sosial,” katanya. Dalam sistem ekonomi kapitalis, lanjut dia, tidak dikenal prinsip tolong menolong (ta’awun) sebagaimana yang diperintahkan al-Quran dalam surat al-Maidah ayat 2.


Peristiwa krisis global seperti sekarang ini, menurut dia, bisa dipandang sebagai peringatan keras dari Allah SWT kepada umat manusia terutama Amerika Serikat, Inggris dan sekutunya  yang sering dan banyak berbuat salah dan dosa. Mereka telah melakukan invasi dan agresi membunuh umat Islam yang tidak berdosa di Afganistan dan Irak. ”Mereka telah berlaku dzalim terhadap umat Islam,” tegasnya.


Ia mengatakan, fenomena krisis global ekonomi merupakan tantangan sekaligus peluang emas bagi umat Islam untuk bangkit dan memberikan solusi pada dunia internasional dengan cara menerapkan ekonomi syariah. ”Kehancuran imperium kapitalisme dan imperialisme dapat dipandang sebagai peluang dan giliran umat Islam untuk menggantikan posisi barat dalam hal keunggulan sistem ekonomi Islam,” katanya.


Kyai Khambali sebagai Pengasuh Majlis Sholawat yang juga Pengamat Asuransi dan Perbankkan  menjelaskan, tujuan ekonomi syariah adalah untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi bagi setiap orang. Ekonomi syariah menolak liberalisme dan individualisme yang lebih cenderung mementingkan kepentingkan pribadi dan mengabaikan kepentingan umum. ”Satu-satunya solusi terhadap krisis global yang sedang dihadapi adalah kembali kepada ajaran Islam yaitu ekonomi syariah,” terangnya.rel

Share:
Komentar

Berita Terkini