film “Sampai Jumpa, Selamat Tinggal” (Goodbye, Farewell)/ist |
JAKARTA | Garda.id
Proses shooting film di luar negeri bukanlah hal yang mudah.
Mencari lokasi, kru yang terbatas, cuaca yang tak terduga, hingga perbedaan budaya, harus
dihadapi para filmmakers. Namun, semua tantangan itu justru menambah warna dalam
pembuatan film “Sampai Jumpa, Selamat Tinggal” (Goodbye, Farewell), sebuah drama
romantis garapan sutradara Adriyanto Dewo, yang melakukan shooting-nya di Korea.
Diproduksi oleh Adhya Pictures dan Relate Films, film ini mengisahkan Wyn (Putri Marino)
yang di-ghosting oleh pacarnya, Dani (Jourdy Pranata) ke Korea Selatan. Wyn kemudian
bertekad untuk mencari Dani (Jourdy Pranata). Di perjalanan, Wyn bertemu dengan Rey
(Jerome Kurnia), yang kemudian membantunya. Namun pencarian ini malah membuat
keduanya semakin dekat dan mengalami momen-momen tak terduga.
Sebelum tayang tahun ini, simak sejumlah fun fact di balik cerita dan proses shooting film
Sampai Jumpa, Selamat Tinggal di Korea:
1) Terinspirasi dari fenomena Johatsu
Sutradara Adriyanto Dewo tergugah dengan fenomena sosial di Jepang bernama Johatsu, di
mana seseorang memilih menghilang tanpa jejak untuk menghindari masalah pribadi, tekanan
sosial, hutang, atau memulai hidup baru tanpa diketahui orang lain.
“Para tokoh di film ini bukan sekedar menghilang secara fisik, tetapi juga meninggalkan seluruh
hidup mereka. Bisa dibilang yang mereka lakukan ini sebuah upaya untuk melanjutkah hidup
meski caranya tidak ideal, dan ini menarik untuk diangkat” jelas Adriyanto Dewo.
tujuan hidup baru bagi para tokoh-tokoh di film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal.
2) Tak hanya shooting di Seoul
Demi melanjutkan hidup, para tokoh di film ini diceritakan datang ke Korea dan bekerja sebagai
TKI. Sayangnya, karena berstatus pekerja ilegal, mereka harus siap berpindah-pindah kota,
bahkan negara. Untuk itu, shooting film ini dilakukan di tiga kota di Korea, yaitu Seoul, Dangjin,
dan Seosan. Kontras dengan Seoul yang penuh gedung-gedung modern, Dangjin dan Seosan
yang berjarak sekitar 90 KM dari Seoul merupakan kota industri dan pelabuhan yang lebih
sederhana. Penonton akan diajak melihat sisi lain Korea Selatan yang jauh lebih hening dan
sederhana, terasa pas sebagai tempat pelarian tokoh-tokoh di film ini.
3) Membangun chemistry dengan tango dance
Meski keempat aktor dan aktris di film ini – Putri Marino, Jerome Kurnia, Jourdy Pranata, dan
Lutesha – sudah beberapa kali terlibat project bersama, namun Sutradara dan Produser
mengarahkan para aktor untuk membangun chemistry kembali dengan menari tango. Tarian
khas Latin ini dikenal intens dan sensual, serta mengandalkan interaksi kedua penari untuk
saling mengarahkan gerakan. Proses ini membantu para tokoh untuk melatih diri mereka agar
lebih in-character, dan saling mengekspresikan emosi-emosi kompleks yang ada dalam cerita.
Foto 3. Seluruh cast dan filmmaker membangun chemistry mereka melalui tarian tango,
yang intens dan penuh interaksi, untuk lebih mendalami karakter.
4) Les privat Bahasa Korea untuk para cast
Lutesha, yang memerankan Vanya dalam film, adalah cast yang paling sering menggunakan
bahasa Korea. Tim bahkan memanggil seorang guru bahasa Korea untuk mengajarkan para
cast, dan Lutesha ternyata menjadi yang paling cepat dan fasih dalam menguasai bahasa
tersebut dibandingkan dengan empat cast lainnya. Kemampuannya dalam beradaptasi dengan
bahasa Korea memperkaya peran Vanya, menjadikannya lebih natural dan mendalam dalam
berinteraksi dengan karakter lain di dalam cerita.red