Tokoh masyarakat Indragiri di Provinsi Riau, Johny S Mundung,.ist |
Riau – Tokoh masyarakat Indragiri di Provinsi Riau, Johny S Mundung, dari Pekanbaru Jumat (10/1/2025) menyampaikan permohonannya kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Raja Juli Antoni, untuk mengambil langkah bijaksana (Diskresi) terkait penahanan Kaprinatan alias Eka, mantan Kepala Desa Kepayang Sari Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Menurut Johny S Mundung, Kaprinata ditangkap oleh Satgas Polhut Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) karena mengambil upah mengankut kayu masjid untuk kebutuhan pembangunan Masjid Suhada di Desa Kepayang Sari. Saat ini Kaprinata ditahan oleh Polhut Balai TNBT.
Johny Mundung menilai, tindakan tersebut tidak sepatutnya dipandang sebagai kejahatan lingkungan, mengingat kayu tersebut digunakan untuk kepentingan pembangunan rumah ibadah yang bersifat sosial dan tidak merusak lingkungan.
"Saya meminta kepada Menteri Kehutanan bapak Raja Juli Antoni, untuk menggunakan kebijaksanaan dalam menyikapi kasus penangkapan kayu masjid di Inhu. Kayu tersebut bukan untuk kepentingan pribadi atau ekonomi, melainkan untuk membangun rumah ibadah yang menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat kami di Indragiri," ujar Johny S Mundung.
Menghormati Kearifan Lokal
Johny S Mundung menegaskan bahwa, kearifan lokal (local wisdom) adalah warisan yang berisi nilai-nilai luhur dan kebijaksanaan yang telah dijaga oleh masyarakat selama ribuan tahun di Kecamatan Batang Cenaku, Indragiri pada umumnya. Masyarakat adat, menurutnya, tidak akan menebang hutan sembarangan, apalagi untuk tujuan destruktif seperti perkebunan sawit atau kepentingan industri besar.
"Kami hanya mengambil kayu seperlunya untuk kebutuhan adat, kebudayaan, dan rumah ibadah. Jangan sampai masyarakat yang menjaga hutan selama ini disamakan dengan perambah hutan yang merusak ekosistem untuk keuntungan ekonomi semata," tegasnya.
Dorongan Kebijakan Khusus
Johny Mundung juga mengusulkan agar Menteri Kehutanan segera merumuskan peraturan khusus yang mengatur penggunaan kayu di kawasan hutan untuk keperluan adat, kebudayaan, dan rumah ibadah. Ia berharap peraturan ini dapat membedakan antara kebutuhan masyarakat adat dengan tindakan yang merusak lingkungan.
"Masyarakat lokal dan adat selama ini menjadi penjaga hutan yang seimbang antara kepentingan ekonomi dan ekologi. Pengelolaan ini dilakukan dengan kearifan lokal yang telah terbukti mampu menjaga kelestarian lingkungan," jelasnya.
Melibatkan Masyarakat Lokal
Sebagai solusi jangka panjang, Johny Mundung mengajak Menteri Kehutanan, pemerintah, dan pihak terkait untuk duduk bersama dengan masyarakat lokal, adat, serta organisasi non-pemerintah (NGO) guna merumuskan kebijakan yang lebih adil dan bijaksana.
"Mari kita jaga hutan bersama-sama, dengan kebijakan yang berpihak pada keadilan, kearifan lokal, dan kelestarian lingkungan. Masyarakat lokal adalah mitra terbaik dalam melestarikan hutan, bukan musuh yang harus dihukum," pungkasnya.
Dengan peran masyarakat lokal dan kearifan lokal yang terus dihormati, Johny Mundung berharap pengelolaan hutan di kawasan seperti Taman Nasional Bukit Tigapuluh dapat berjalan lebih baik demi masa depan yang berkelanjutan. Rel