Perlukah Penceramah Bersertifikat atau Standarisasi?

Share:

 Bang.... terbitkan yah :



KH. Akhmad Khambali,SE,MM ( pakai kaca mata)


Medan | Garda.id

Setiap muncul ada problem dari segelintir Penceramah, selalu ada reaksi dari komponen anak Bangsa salah satunya dari  Kementerian Agama (Kemenag) yang punya wacana menerbitkan penceramah bersertifikat memicu polemik dan penolakan berbagai pihak dan juga ada yang setuju baik berupa sertifikasi maupun Standarisasi.


Pertanyaan mendasarnya perlukah penceramah agama bersertifikat atau berstandar ?


Saya akan mengajak kita semua untuk lebih dalam melihat persoalan dan apakah intervensi terhadap upaya penyelesaian persoalan tersebut sudah tepat.


NKRI sebagai bentuk negara yang ideal, namun sekecil apapun pemikiran yang tidak setuju terhadap NKRI sebagai konsep final bernegara sungguh suatu tantangan untuk kian membumikan pemahaman kebangsaan kita di kalangan anak muda  melalui Kajian keagamaan secara komprehensip.


*Merendahkah Ulama*


Memang paska orde baru terjadi demokrasi, dibarengi dengan berbagai keterbukaan informasi dan migrasi orang, bahkan secara trans-nasional.


Ruang inilah yang kemudian membanjiri berbagai pemikiran, dan berbagai ideologi trans-nasional di tanah air, yang di masa orde baru di sensor ketat.


Dampaknya, pada ruang struktural tumbuhlah berbagai organisasi dan partai politik yang tidak lagi mendasarkan pada azas Pancasila.


Tak hanya itu, di bawah, muncul berbagai organisasi yang berubah-ubah nama, dan menggunakan dakwah Islam untuk menyebarkan paham keislaman sebagai kedok untuk merekrut warga kita menjadi kombatan perang di Afghanistan, Irak, Suriah, termasuk juga di dalam negeri untuk melakukan aksi-aksi teror.


Kita tidak menutup mata atas hal ini, negara tidak boleh takluk. Negara harus menegakkan hukum, termasuk memilih jalan soft untuk menyemaikan pemahaman keagamaan yang rahmatan lil alamin melalui pendidikan, kebudayaan, dan pemberdayaan ekonomi umat.


Jika atas problematika ini lalu Kemenag memilih jalan menyertifikasi pada pemuka agama, saya kira ini jalan yang tidak tepat, malah merendahkan para ulama.


Menjadi ulama atau pemuka agama itu bukan pilihan profesi, layaknya menjadi dokter, arsitek, advokat, dan profesi sejenisnya.


Menjadi ulama atau pemuka agama adalah panggilan hidup, panggilan perjuangan.


Bahkan kalau Kemenag mau berkaca pada sejarah dibentuknya Kemenag,  lembaga ini adalah bagian dari kesepakatan Soekarno dan Hatta terhadap umat Islam yang waktu itu dimotori Masyumi yang di dalamnya ada unsur NU.


Hasilnya, disepakati oleh Bung Karno, Menteri Agama pertama adalah KH. Wahid Hasyim dari Nahdlatul Ulama (NU).


Artinya, ada andil  besar ulama di dalam berdirinya Kemenag.


Sungguh suul adab bila para ulama kita sertifikasi. Sebaiknya kita serahkan kaderisasi pemuka agama terhadap induk organisasinya masing masing, seperti; NU, Muhammadiyah, KWI, PGI, Walubi, PHDI, dll.


Tugas Kemenag  hanya memfasilitasi program-program yang dijalankan oleh berbagai organisasi keagamaan tersebut.


Kalaupun di dalam perjalannya kita menjumpai ceramah-ceramah keagamaan yang melanggar hukum, maka sudah ranahnya aparat penegak hukum.


Pembenahan kualitas keagamaan, agar dari sisi hulu menghasilkan para figur ulama yang rahmatan lil alamin, lebih baik Kemenag berkonsentrasi membenahi materi ajar di pendidikan agama, baik di sekolah maupun perguruan tinggi.


Silakan buat mekanisme materi ajar, dan seleksi ketat terhadap sarjana-sarjana kita yang menempuh pendidikan tinggi agama.


Jika Sertifikasi Pemerintah Tetap Menerapkan agar ada pakem para Penceramah dalam bentuk lolos Sertikasi, Pertanyaannya apakah Para Penceramah akan mendapat Tunjangan Sertikasi seperti sertifikasi Guru, Dosen dll dari Pemerintah??? 

 

Hal ini yang harus jadi Kajian Oleh Pemerintah, sbb dlm hal Dakwah saja kadang Pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan para Pendakwah.


Penulis : KH. Akhmad Khambali,SE,MM

Pengasuh Majlis Sholawat Ahlul Kirom dan Ketua Umum Gema Santri Nusa

Share:
Komentar

Berita Terkini