Ist |
8oPadangsidimpuan | Sumut24.co
Peristiwa mengejutkan terjadi pada Kamis, 24 November 2024, di Jalan Lintas Umum Batangtoru, Desa Aek Nabara, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut).
Istri calon Bupati Tapanuli Selatan/Bupati Tapsel (Ibu PKK Tapsel), Ny. Rosalina Pasaribu, bersama sopirnya, Usman Saleh Siagian, dicegat oleh 10 orang tak dikenal (OTK). Insiden ini melibatkan dua mobil Avanza hitam yang memepet kendaraan mereka hingga terpaksa berhenti.
Menurut pengacara korban, H. Triswidodo, S.H., M.H., insiden ini bermula sekitar pukul 16.00 WIB ketika Ny. Rosalina dalam perjalanan pulang dari Batangtoru.
"Di mana kejadiannya bermula ketika Nyonya Bupati pulang dari daerah Batang Toru Sesampai di Aek nabara tepatnya dusun tobatan ada dua mobil Avanza warna hitam memepet dan menyetop mobil yang ditumpangi oleh Nyonya Bupati. Setelah terjadi bentak-bentakan kemudian sopir yang bernama Usman berhenti dan Kemudian beberapa orang keluar dari mobil Avanza tersebut dan melakukan pengancaman dan pengodoran dan pemukulan terhadap kaca pintu mobil bahkan nada pengancaman akan ditembak yang ditumpangi Ibu Dolly," ungkap Triswidodo.
Setelah mobilnya dihentikan secara paksa, para pelaku menggedor kaca mobil, meneriakkan ancaman, dan memaksa sopir untuk turun. Mereka juga mengklaim berasal dari Polres Tapanuli Selatan dan menuduh kendaraan tersebut membawa narkoba.
"Dan kemudian di desak agar sopir keluar dan oleh beberapa oknum orang tidak dikenal tersebut menyebutkan bahwa kami adalah dari petugas Polres Tapanuli Selatan. Oleh karena ada kata-kata tersebut maka Ibu Rosalina memerintahkan kepada sopir untuk turun dan kemudian dilakukan berupa penggeledahan bahkan merusak beberapa barang yang ada didalam mobil tersebut (terlihat seperti Beberapa karton berisi minuman ringan terlihat rusak) dan terhadap kejadian tersebut ya sopir maupun Ibu Rosalina dan beberapa penumpang yang ada di dalamnya merasa terancam," lanjut Triswidodo.
Sementara itu sopir Ny. Rosalina, Usman, mengaku ketakutan karena para pelaku mengancam akan menembaknya.
Ia mengatakan, "Buka, buka, buka, turun kutembak kau!" Situasi semakin mencekam saat para pelaku memaksa melakukan penggeledahan mobil tanpa alasan yang jelas.
"Saya gemetar dituduh bawa narkoba," jelas Usman.
Atas dasar tersebut pihak korban melapor ke Polres Tapanuli Selatan. Laporan polisi pun dibuat dengan nomor LP/B/434/XI/2024/SPKT/POLRES TAPANULI SELATAN/POLDA SUMUT.
Meski laporan sudah dibuat, proses di Polres Tapanuli Selatan menuai sorotan dan kritik tajam.
Kuasa hukum lainnya, Adnan Buyung Lubis, S.H., mengungkapkan kekecewaannya terhadap mekanisme pelaporan yang dinilai tidak sesuai prosedur.
"Kami tiba di Polres sekitar pukul 20.00 WIB (8 malam) Namun, laporan baru diterima setelah petugas melakukan cek tempat kejadian perkara (TKP) hingga dini hari. Ini tidak sesuai mekanisme yang seharusnya, di mana laporan diterima terlebih dahulu baru dilakukan pengecekan TKP," ungkap Adnan.
Proses ini menambah beban bagi korban dan saksi, yang harus berada di TKP hingga jam 2 pagi. Adnan juga menyoroti kurangnya kejelasan terkait prosedur yang digunakan oleh pihak kepolisian.
"Betapa jauhnya dari Sipirok sana ke tobotan akhirnya pulang ke Bali kami tengah malam ini sangat kita sayangkan dan alasan yang jelas dari mereka Peraturan Kapolri yang tidak ada sop alasannya tetapi tak jelas apa sop-nya ini sangat kita sayangkan Dan Kita sesalkan ini harus menjadi catatan bagi Propam Polda Sumatera Utara dan Mabes Polri," beber Adnan.
Pertanyaan atas Netralitas dan Kinerja Polres Tapanuli Selatan
Insiden ini menimbulkan spekulasi tentang netralitas institusi kepolisian, terutama menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Pengacara korban berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
"Kami mendesak Propam Polda Sumut dan Mabes Polri untuk menginvestigasi kinerja Polres Tapanuli Selatan. Kejadian ini mencoreng citra institusi kepolisian, apalagi menjelang pesta demokrasi," tegas Adnan.
Kapolres Tapanuli Selatan juga diminta meningkatkan pengawasan keamanan wilayah untuk mencegah insiden serupa terjadi di masa mendatang.
*Netralitas Kepolisian Jelang Pilkada 2024 Dipertanyakan*
Kasus ini mencuat di tengah persiapan Pilkada 2024, menimbulkan spekulasi tentang netralitas institusi kepolisian.
Pengacara korban mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan perhatian serius untuk menjaga netralitas aparat di wilayah Tapanuli Selatan.
"Kejadian ini mencoreng citra institusi kepolisian. Kami meminta pengawasan ekstra, khususnya jelang hari pencoblosan," ujar Adnan.
Kasus penghadangan ini menjadi ujian besar bagi profesionalisme kepolisian dan netralitas Polri. Selain itu, masyarakat juga berharap ada perbaikan dalam mekanisme penanganan laporan di tingkat lokal.
Kinerja Kapolres Tapsel juga di pertanyakan dalam mengamankan wilayah di ajang pesta demokrasi pilkada 2024, dimana sopir ibu bupati saat melapor di jam 8 malam diundur sampai jam jelang pagi, yang seharusnya diterima laporan dulu baru cek TKP.
Kapolres Tapanuli Selatan juga diharapkan meningkatkan pengawasan wilayah untuk mencegah insiden serupa. Dengan perhatian lebih dari Mabes Polri, kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian dapat terjaga, terutama di momen penting seperti Pilkada 2024.zal