Medan - Penangkapan terhadap Kasi BKD Kota P Sidimpuan MKS diduga sangat janggal dan sarat dengan kepentingan politis. Apalagi apa korelasinya BKD dengan Dinas PMD dalam kasus tersebut sehingga sebagai kuasa hukum MKS sudah melakukan praperadilan kepada Kajari P Sidimpuan ke PN Kota Padang Sidimpuan, Tegas kuasa hukum MKS Ahmad Marwan Rangkuti SH kepada Wartawan, Rabu (10/7).
Menurutnya, Kasus penangkapan MKS sangat banyak kejanggalan dan sarat dengan kepentingan politik tertentu, apalagi penangkapannya seperti dijebak sehingga sudah ditahan di Lapas Salambue, ditambah lagi sampai saat ini tak boleh dijenguk oleh keluarga setelah ditahan pada 4 Juli 2024. Boleh dijenguk kata pegawai Lapas harus ada izin Kejari Padang Sidimpuan, namun sampai saat ini Kejari tak mengizinkannya, ucapnya.
Apalagi sebelum diperiksa atau ditahan, harusnya ada legal standingnya berkairan dengan kasus tersebut, harusnya ada pemanggilan sampai tiga kali dan itu tidak pernah dilakukan oleh Kejari sehingga sepertinya ada pesanan dan lain sebagainya.
Kita berharap ada keadilan dinegeri ini, jangan sampai yang tak terlibat kasus tapi ditahan dan menjadi tersangka, tegasnya.
Sebelumnya diketahui,MKS, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Padangsidimpuan, mengalami peristiwa tidak terduga ketika dirinya ditangkap oleh pihak Kejaksaan di ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Pemko Padangsidimpuan, Letnan Dalimunthe. Merasa penangkapan dan penahanan tersebut tidak sah, MKS melalui tim pengacaranya mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan.
Dalam permohonan praperadilan ini, pihak termohon adalah Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Jaksa Agung RI (Termohon I), Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Termohon II), serta Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang diwakili oleh Kepala Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan (Termohon III).
MKS menunjuk advokat Ahmad Marwan Rangkuti SH, Jon Melki Sidabutar SH, dan Ardian Holis Nasution SH dari Kantor Hukum Marwan Rangkuti dan Rekan untuk mewakilinya dalam permohonan praperadilan.
Sebelumnya, Kejadian bermula, Rabu (3/7/2024) sekitar pukul 15:30, saat MKS dipanggil oleh atasannya untuk datang ke kantor Walikota Padangsidimpuan guna menemui Sekda Letnan Dalimunthe. Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba datang sekelompok orang yang mengaku sebagai penyidik dari Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan. Tanpa memperlihatkan surat perintah atau penjelasan apa pun, mereka langsung menangkap MKS dan membawanya secara paksa ke kantor Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan.
Setibanya di kantor Kejaksaan, MKS diperiksa sebagai tersangka tanpa didampingi pengacara atau diberi kesempatan untuk menghubungi kuasa hukum. Pemeriksaan berlangsung hingga malam hari, sekitar pukul 20:35. Setelah itu, MKS dibawa ke rumahnya bersama seorang laki-laki yang disebut sebagai Bendahara Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kota (PMK) Padangsidimpuan.
Kemudian, Sesampainya di rumah, tanpa disaksikan oleh Lurah atau Kepala Lingkungan setempat, pihak Kejaksaan memaksa MKS membuka pintu rumah. Mereka kemudian melakukan penggeledahan tanpa memperlihatkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan. Semua aktivitas penggeledahan, termasuk pemotretan isi rumah dan MKS, dilakukan tanpa penjelasan yang jelas dan tanpa seizin pemilik rumah.
Setelah penggeledahan, MKS dan Bendahara Dinas PMK tersebut dibawa kembali ke kantor Kejaksaan. Meskipun tidak ditemukan barang bukti apa pun dari rumah MKS, ia tetap ditahan oleh pihak Kejaksaan dan langsung dibawa ke Lapas Kelas IIB Salambue. Anehnya, Bendahara Dinas PMK yang juga dibawa dalam proses penggeledahan tidak ikut ditahan.
Keesokan harinya, seorang staf Kejaksaan datang ke Lapas Salambue untuk menyerahkan Surat Perintah Penahanan dan meminta MKS menandatangani surat tersebut tanpa kehadiran pengacara. Karena tidak mengerti hukum, MKS menandatangani surat tersebut.
Advokat Marwan Rangkuti menjelaskan bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap MKS tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, kewenangan penangkapan hanya ada pada pihak Kepolisian (Polri) dan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kejaksaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan.
Selain itu, saat penetapan status tersangka, MKS tidak didampingi oleh pengacara, yang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Ancaman hukuman yang dikenakan kepada MKS di atas lima tahun, sehingga pendampingan hukum wajib diberikan.red