SEJARAH MAKASSAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

Share:

 

Purwadi.ist




GARDA.ID| SEJARAH MAKASSAR PROPINSI SULAWESI SELATAN


A. Merajut Keberagaman


Bumi Makassar sedang punya gawe besar. Pada tanggal

17 – 19 September 2017 ada acara penting. Konferensi Internasional Bahasa, Sastra dan Budaya Indonesia diselenggarakan oleh Ikatan Dosen Budaya daerah Indonesia (Ikadbudi) VII. 


Kali ini diunduh oleh Universitas Hassanudin.

Ketua panitia dijabat Bu Dr. Dafira, M.Hum. Beliau memberi sambutan dengan iringan rampak kendang. Suasana benar-benar khas Bugis. Ada kendang, terompet dan rebab. Mirip dengan kaba Minangkabau. Rupa-rupanya sajian seni ini cukup berkembang di kawasan nusantara.

Wejangan budaya selanjutnya disampaikan oleh Ketua Ikadbudi. Bapak Prof. Dr. Sutrisno Wibawa. Beliau saat ini menjabat sebagai Rektor UNY. Turut serta dalam deretan tamu depan yaitu para utusan Pemda Propinsi dan pimpinan UNHAS Makassar. 


Kunjungan ke kota Makassar ini terasa istimewa karena ada sajian Sindile, Daeng, daerah tampak gegap gempita, tepuk tangan bergemuruh.

Seni Sindile merupakan kesenian rakyat yang cukup digemari. Sindile mirip dengan kitab Babad. Isinya perpaduan antara kisah sejarah bercampur dengan mitos. Disebutkan pula nama Karaeng Galengsung. Tokoh legendaris yang dipuja-puji sebagai pahlawan besar. Tiap pembicara yang maju ke mimbar selalu diiringi dengan tabuhan kendang yang berjumlah 8 buah. Kendang berjamaah ini disebut Gandrang. Untuk iringan pidato mirip dengan lagu gancaran. Suasana bertambah meriah. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan yang mewakili Gubernur Sulawesi Selatan jumlah penduduk Sulawesi Selatan berjumlah 9 juta.


Tempat pertemuan ilmiah ini berada di tepi pantai Losari Makassar. Dari tahun ke tahun perkembangan wisata di sekitar lokasi amat pesat. Boleh dikatakan sangat pesat sekali. Pusat perbelanjaan tumbuh di sana sini. Kuliner menjamur. Souvenir-souvenir laku untuk dijual. Barangkali semua pendatang di Makassar lumrah untuk datang di pantai Losari. 


Sepanjang jalan pantai tampak bersih tertata. Pagi siang, sore malam pengunjung berdatangan.

Deretan kendaraan bermacam-macam. Mobil, bentor, motor berseliweran. Ada yang paling istimewa, yaitu becak pancal. Becak manual ini dikayuh dengan kaki. Jarak tempat pertemuan dengan penginapan sekitar 1 km. Lumayan juga untuk jalan kaki pagi. Saat capai bisa memanggil abang becak. 


Kayuhan abang becak cukup santai, senang dan rekreatif. Untuk itu keberadaan becak pancal perlu perhatian serius. Mereka hendaknya dilindungi.

Tokoh kebudayaan Bugis yang ternama adalah Dr. Ery Kiswari dan Dr. Gusnawati. Tiap ada acara temu ilmiah di Indonesia, beliau selalu berusaha untuk hadir. Juga HR Utami tokoh akademis dari PGRI Semarang. Priyayi sembada wiratama, ayu merak ati. 


Praktisi kebudayaan Jawa yang aktif dan kreatif. Sekarang beliau sedang menyelesaikan program doktor di UNS. Tokoh muda lainnya yaitu : Rima, yang berasal dari Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. 

Pengkajian kebudayaan memang harus dilaksanakan terus menerus. Pejabat pemerintah bisa menggunakan hasil kajian itu sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan. 


Butir-butir kearifan lokal memperkaya peradaban global. 

Presentasi mengagumkan disampaikan Prof. Dr. Nurhayati guru besar Unhas. Beliau memaparkan Semiotika Bugis. Pelayaran banyak tantangan. Halangan alam terdiri dari ombak, gelombang badai. Halangan kedua adalah bajak laut. Spirit dalam Ila Galigo terdiri dari 4 sifat yaitu : berani, jujur dan satria. Angkatan laut perlu memberi kajian yang mendalam sebagai basis maritim.


Paparan menarik juga disampaikan pemakalah dari Jepang dan Malaysia. Beliau memaparkan kedudukan orang Bugis di Malaysia. Hingga kini mereka tak sepenuhnya hidup enak di negeri Jiran. Ketegangan cukup mengganggu antara Indonesia dan Malaysia. Demonstrasi anti pemerintah Malaysia sering terjadi di Indonesia. Perasaan tersinggung dari warga bangsa Indonesia sewaktu-waktu dapat meletus. Harus diperhatikan dan ditangani secara baik. Hubungan Indonesia Malaysia boleh dibilang sering bergejolak. 


Perlu merumuskan masalah ini.

Pukul 16.30 harinya Senin 18 September 2017, hari pertama dialog selesai.  Lantas jalan-jalan di sepanjang pantai. Sekedar untuk melepas lelah. Pukul 19.00 diundang makan malam oleh Rektor Unhas. Makan malam di warung Pualam. Di sana diiringi musik. Di antara peserta nembang. 


asmaradana.


Aja turu sore kaki

ana dewa nganglang jagad

nyangking bokor kencanane

isine donga tetulak

sandhang kelawan pangan

yeku bageyanipun

tiyang betah melek

sabar narima.

Lantas dilanjutkan dengan lagu Praon, karangan Ki Nartosabdo. Peserta ikut nyanyi dan menari.

Pukul 20.00 makan malam selesai. Sebagian kawan-kawan bersantai di pinggir gerbang pantai.


Tempat ramai sekali. Ada PKL menawarkan jasa potret, jual mainan, makanan dan minuman.

“Silakan. Ini minuman anti selingkuh”.

“Ha...ha....ha”.

“Betul. Anti selingkuh”. 

Wah, ini hebat betul. Ada minuman anti selingkuh.

Seorang kawan beli air mineral! Para PKL ini senang gembira. Tanpa diduga datang petugas satpol PP.

“Kau nekad. Dilarang jualan tetap saja.”

Dengan sekejap satu ember botol minuman diangkut. Kasihan sekali. Malam itu ada pemandangan yang pahit. Di mana-mana kok sama. 

Tahu kejadian itu sebagian kawannya cuma diam. 


Ada yang jualan mainan. 

Ujarnya “mencuri salah. Kerja keras juga salah.”

Wah cerdas sekali mbak-mbak penjual mainan ini. Mereka kucing kucingan untuk mencari makan.

Pemilik bisnis besar tentu mereka yang punya modal, fasilitas, koneksi dan kekuasaan. Bagaimana cara mengatasi. Perlu dipikir bersama.

Sebenarnya kejadian itu terjadi setiap hari. Hampir semua daerah mengalami pertentangan antara PKL dengan pemerintah. Tidak terlalu mengejutkan kejadian sangat biasa.


Kegiatan beragam dilakukan. Hari Selasa tanggal 19 September 2017 masih ada jadwal presentasi makalah sampai pukul 10.30. Dilanjutkan dengan upacara penutupan. 


Belajar pada warisan kuna. Di sela-sela acara digunakan untuk mengunjungi musium Ila Galigo. Tempatnya di Benteng Rotterdam. Seperti benteng lainnya, segala bangunan tampak kokoh, indah dan asli. Seperti peninggalan kuno lainnya. Musium di benteng Rotterdam juga cuma menjadi ingatan sekilas. Tak ada penghayatan yang mendalam.

Kedatangan para turis lokal itu banyak untuk selfie, foto-foto. Maklum mereka orang modern.


Kehidupan masa lalu hanya untuk bahan cerita. Tak ada usaha untuk melanjutkan peradaban masa silam. Indonesia selalu menanti Makkasar untuk melangkah maju./purwadi

Share:
Komentar

Berita Terkini