SEJARAH PONOROGO SEBAGAI KOTA BAPPENAS KERAJAAN

Share:


Kerajaan Demak Bintara yang berdiri pada tahun 1478 memiliki kementerian di kota Ponorogo. Kementerian itu memimpin badan perancang dan pembangunan nasional atau Bappenas.ist



GARDA.ID __ SEJARAH PONOROGO SEBAGAI KOTA BAPPENAS KERAJAAN 


Dr. Purwadi, M.Hum. 

Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara

LOKANTARA. Hp 087864404347 


A. Bappenas Kerajaan Demak 


Kerajaan Demak Bintara yang berdiri pada tahun 1478 memiliki kementerian di kota Ponorogo. Kementerian itu memimpin badan perancang dan pembangunan nasional atau Bappenas. Kota Ponorogo memang tempat intelektual yang menguasai bidang birokrasi dan teknokrasi. 


Perlu diketahui sejarah kota Ponorogo dari masa ke masa. Termasuk dalam hal teknokrasi pemerintahan sejak jaman Demak, Pajang, Mataram dan Surakarta. Masyarakat Kabupaten Ponorogo sangat menghormati Adipati Batara Katong. Beliau adalah Bupati Ponorogo pertama yang dilantik oleh Raden Patah atau Kanjeng Sultan Syah Alam Akbar Jimbun Sirullah I. Raja Demak Bintoro ini melantik Adipati Batara Katong sebagai Bupati Ponorogo pada tanggal 1 Dzulhijah 901 H atau 11 Agustus 1496.


Kanjeng Adipati Batara Katong adalah putra Sinuwun Prabu Brawijaya V, raja kraton Majapahit. Ibunya bernama Galuh Tanjungsari putri raja Jenggala. Galuh Tanjungsari disebut juga Kanjeng Ratu Asmorowati. Dengan demikian Kanjeng Adipati Batara Katong memang keturunan bangsawan Majapahit dari Jenggala. Beliau masih trahing kusuma rembesing madu, wijining atapa, tedhaking andana warih.


Pada usia 12 tahun Batara Katong tinggal bersama mbakyunya. Yaitu Kanjeng Ratu Pembayun yang menikah dengan Sri Makurung Handayaningrat, Bupati Pengging. Nama kecil Batara Katong yaitu 2 Raden Joko Piturun atau Harak Kali. Selama ndherek suwita di Kadipaten Pengging Batara Katong belajar ngelmu guno kasantikan, joyo kawijayan. Ngelmu iku kelakone kanthi laku. Bathara Katong kerap mahas ing ngasepi, sedhakep saluku tunggal, sajuga kang sinidhikara. Megeng napas mbendung suara. Ana ganda tan ingambu, ana suara tan den rungu, ana rupa tan den dulu. Meditasi tingkat tinggi meliputi sembah raga, cipta, jiwa, rasa.


Siji garising pesthi, loro temune jodho, telu tumurune wahyu, papat mundhake pangkat drajad. Pada tanggal 17 April 1486 Batara Katong menikah dengan Niken Gandini, putri Demang Suryo Ngalam di daerah Wengker. Dari silsilahnya Demang Suryo Ngalam masih keturunan raja Kraton Panjalu. Perjodohan ini atas inisiatif Kanjeng Ratu Pembayun dan Adipati Sri Makurung Handayaningrat. Perkawinan antar trah kraton ini sebagai usaha untuk ngumpulke balung pisah. 


Pernikahan Joko Piturun atau Batara Katong dengan Niken Gandini berlangsung megah mewah. Berkenan hadir Kanjeng Sultan Patah beserta rombongan keluarga besar kraton Demak Bintoro. Kanjeng Sunan Kalijaga dari Kadilangu memberi ular-ular manten. Datang pula Ki Ageng Tarub beserta Raden Lembu Peteng dan Dewi Nawangsih. Perwakilan keluarga Majapahit, Jenggala dan Panjalu menempati deretan kursi kehormatan. Sri Makurung Handayaningrat dan Kanjeng Ratu Pembayun mewakili orang tua manten kakung. Pesta berlangsung tujuh hari tujuh malam, kembul bujana andrawina.


Betapa bangga gembiranya Demang Suryo Ngalam. Rasanya seperti ketiban ndaru, kejugrugan gunung sari, kebanjiran segara madu. Pembesar kademangan Wengker ini melibatkan Demang Dolopo, Magetan, Purwodadi, Ngawi, Caruban, Maospati, Pacitan dan Kediri. Mereka diajak untuk mangayu bagya pengantin agung. Bupati se Jawa turut diundang. Maklum kedua mempelai berasal dari keluarga terpandang dan terhormat. Penyelenggaraan upacara pernikahan Batara Katong dengan Niken Gandini betul-betul sembodo arum kuncoro.


Upacara seremonial selesai dilanjutkan dengan gelar seni budaya. Kirab manten di Kademangan Wengker diiringi dengan pentas seni Reog. Bujang Ganong, jathil, dhadhak merak tampil memukau penonton. Manten kakung putri naik di atas dhadhak merak. Slompret-slompret kendhang reyog ketipung imbal. Bonang lorone slendro, selompret pelog, jaran kepang nyongklang, merake ngigel. Bujang ganong gliyak gliyak, macan mangap megap-megap. Wus tutug  renggane reyog. Pranyata gawe gembira. Begitulah hari pertama pentas kesenian reyog untuk mahargya Batara Katong dan Niken Gandini.


Suguhan mbanyu mili, mengalir deras. Aneka jajan minuman terasa edi mirasa. Para seniman bekerja profesional tanpa kenal lelah. Demang Suryo Ngalam sudah berbuat baik kepada warga Wengker. Kali ini mereka merasa harus menyenangkan sesepuh Kademangan Wengker. Pria wanita tua muda sama-sama gumreget, gumregut, gumregah. Hari berikutnya digelar seni ludruk, kethoprak, wayang wong, wayang purwa, wayang gedhog, wayang thengul. Sebagai penutup acara tak lupa dipentaskan seni langen tayub.


Sedangkan pada tahun 1489 Demang Suryo Ngalam segera lengser keprabon madeg pandhita. Kademangan Wengker diserahkan kepada Batara Katong dan Niken Gandini. Untuk itu Demang Suryo Ngalam segera mengajak sidang para tokoh dari daerah Seman, Mlarak, Jetis, Balong, Kauman, Sukorejo, Jenangan, Babadan, Ngebel, Pulung, Pudak, Suoko, Sawoo, Sambit, Bungkal, Ngrayem, Slahung, Jambon, Badegan, Sampung. Sidang lengkap ini sekaligus sosialisasi pejabat baru di Kademangan Wengker.


Sepuluh tahun lamanya Raden Joko Piturun atau Batara Katong mengabdi dengan semangat kerja keras. Lila lan legawa kanggo mulyane negara. Batara Katong dibantu oleh Mantri Mirah, Mantri Seloaji, Mantri Joyodipo. Batara Katong menjalankan tugas berpusat di padukuhan plampitan, setono jenangan. Sedangkan Demang Suryo Ngalam. Sekarang mendapat gelar Ki Ageng Kethu atau Ki Ageng Kutu. Beliau mendirikan asrama pendidikan. Namanya padepokan Widyo Hisworo, bertempat di gunung Bayangkaki.


Padepokan Widyo Hisworo yang dikelola Ki Ageng Kutu mengasuh siswa-siswi dari tlatah Bang Wetan, Bang Kulon dan Pesisir. Pada tanggal 11 Agustus 1496 nama Wengker diubah menjadi Ponorogo. Pono bermakna mengerti, rogo bermakna badan. Orang Ponorogo selalu mengetahui perkara lahir batin, demi kesempurnaan hidup. Maka jroning urip ana urup, jroning urup ana urip kang sejati. Status Kademangan Wengker pun naik gengsi. Sejak tahun 1496 Kademangan Wengker menjadi daerah otonomi, dengan nama yang amat terkenal di dunia yaitu Kabupaten Ponorogo.


Tahun 1492 Demang Suryo Ngalam atau Ki Ageng Kutu memberi pusaka kepada Adipati Batara Katong. Pusaka ini sebagai sipat kandel kabupaten Ponorogo agar rakyatnya ayem tentrem, subur makmur dan guyub rukun.


1. Keris Kyai Jabadras

Berguna untuk menyingkirkan musuh jahat, perusuh, begal, brandhal, kecu, maling, gentho. Pengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat tentu kalah perbawa dengan pusaka keris Kyai Jabadras.


2. Keris Kyai Condong Rawe

Berguna untuk mencegah pageblug mayangkara. Hama tanaman akan sirna. Wereng, tikus, kala sundep, ulat, kwawung, tidak tahan oleh wibawa Kyai Condong Rawe. Pusaka ini memang untuk melindungi petani. 


3. Tombak Kyai Tunggul Nogo

Berguna untuk menjaga kesuburan tanah. Tiap tahun tombak ini dikirab keliling kota, dengan maksud rakyat Ponorogo lancar usaha, rejeki mengalir terus, murah sandang pangan papan. Ini menyangkut konsep nogo dino nogo tahun.


4. Tombak Kyai Koro Welang

Berguna untuk menambah kewibawaan kabupaten Ponorogo. Sepanjang sejarah nama kabupaten Ponorogo harum wangi termashur di dunia. Para nayaka pangembating negari dianggap sebagai priyayi wasis wicaksana. Di mana saja kabupaten Ponorogo dianggap tempat yang magis mistis. Ponorogo papan nggegulang ngelmu kasampurnan.


B. Bappenas Kerajaan Pajang. 


Jaman kerajaan Pajang kedudukan Ponorogo sangat istimewa. Kebo Kenanga menikah dengan putri Batara Katong. Lahir Mas Karebet atau Joko Tingkir. Kelak pada tanggal 24 Juli 1546 dinobatkan manjadi raja Pajang. Bergelar Sultan Hadiwijaya Abdul Hamid Syah Alam Akbar Panetep Panatagama. 


Keempat pusaka kabupaten Ponorogo itu pada tahun 1546 pernah dikirab di Kasultanan Pajang. Pada saat itu Joko  Tingkir atau Mas Karebet dinobatkan menjadi raja Pajang. Joko Tingkir adalah cucu Ratu Pembayun dan Adipati Handayaningrat Pengging. Warga Ponorogo secara historis memiliki hubungan emosional yang kuat dengan daerah Pengging. Ponorogo dan Pengging sama-sama keturunan Prabu Brawijaya V raja Majapahit.


C. Bappenas Kerajaan Mataram. 


Jumenengan Sinuwun Hadi Prabu Hanyokrowati tahun 1601 di kerajaan Mataram. Beliau menikah dengan Kanjeng Ratu Banowati, putri Pangeran Benowo. Cucu Sultan Pajang ini dianggap mewakili trah Pengging dan Majapahit. Maka dengan sendirinya warga kabupaten Ponorogo memiliki kedekatan batin dengan para raja Mataram. Ratu Dyah Banowati menurunkan Kanjeng Sultan Agung Hanyokro Kusumo yang memerintah kerajaan Mataram tahun 1613 – 1645. Nak tumanak run tumurun kabupaten Ponorogo selalu menjadi barisan utama pendukung kerajaan Mataram.

Kota Ponorogo Sebagai Ibukota Mataram Tahun 1740 – 1742


Selama dua tahun lamanya, kota Ponorogo menjadi ibukota kerajaan Mataram. Kartasura sedang dilanda pageblug mayangkara. Paham radikal berkembang dari Lasem Rembang dan Semarang. Gerakan Raden Mas Garendi mengganggu ketertiban. Bahkan Raden Mas Garendi menobatkan diri sebagai Sri Amangkurat V. Gerakan makar ini perlu dianalisis dengan cermat. Berkat dukungan warga Ponorogo Kraton Mataram selamat dari pergolakan politik. Peristiwa historis ini terjadi pada tahun 1740.


Kanjeng Sinuwun Paku Buwono II membangun strategi politik lewat kota Ponorogo. Roda pemerintahan tetap harus jalan. Kejujuran, keterbukaan, keteladanan, kerelaan telah dibuktikan oleh warga Ponorogo. Kabupaten Ponorogo sungguh berjasa atas lestarinya dinasti Mataram. Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti. Becik ketitik ala ketara. Sapa kang mbibiti ala wahyune bakal sirna.


D. Bappenas Kerajaan Surakarta. 


Masyarakat Ponorogo di bawah kepemimpinan Pangeran Wujil menjadi tokoh perpindahan ibukota kerajaan Mataram. Bersama dengan Tumenggung Honggowongso dan Pangeran Kadilangu, ibukota Mataram pindah dari Kartasura ke Surakarta. Beliau bertiga berhasil membangun ibukota Mataram di Surakarta Hadiningrat pada tahun 1745.


Setiap ada pengetan hadeging karaton Surakarta Hadiningrat, abdi dalem yang berasal dari kabupaten Ponorogo akan sowan. Para abdi dalem ini rela suwita kepada karaton Surakarta Hadiningrat demi pelestarian budaya. Acara Grebeg Mulud, Grebeg Pasa, Grebeg Besar para abdi dalam selalu sowan.


Keteladanan masyarakat Ponorogo ini dikenang sepanjang masa oleh karaton Surakarta Hadiningrat. Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Kejayaan masa lampau, tindakan masa kini, demi menyongsong masa depan. Pada tahun 1837 daerah Wengker mendapat status kabupaten dengan kelengkapan birokrasi dan pegawai yang tertata rapi. Peristiwa historis ini terjadi pada pemerintahan Kanjeng Sinuwun Paku Buwono VII, yang memerintah tahun 1830 – 1858.


Surat keputusan diserahkan oleh perdana menteri karaton Surakarta, yaitu Patih KRA Sosrodiningrat II. Kedudukan Bupati Ponorogo dijabat oleh Raden Adipati Martohadinagoro. Beliau mengabdi antara tahun 1837 – 1854. Pada masa pemerintahan Adipati Martohadinagoro kabupaten Ponorogo semakin kawentar kencar-kencar.


Adipati Martohadinagoro adalah jalma limpat seprapat tamat. Beliau murid pujangga Ranggawarsito. Lama sekali Ranggawarsito atau Bagus Burham berguru di pondok pesantren Gebang Tinatar. Pujangga agung ini siswa kesayangan Kyai Kasan Besari. Kabupaten Ponorogo pusat pendidikan yang terkenal. Para bangsawan Mataram menempuh pendidikan di kota Ponorogo.


Kabupaten Ponorogo dibangun oleh Adipati Martodiningrat dalam segala bidang. Untuk membuat ketenangan jiwa Adipati Martohadinagoro membenahi Telaga Ngebel di sekitar Gunung Wilis. Juga menata patirtan Ngembag, air terjun Pletuk, air terjun Juruk di Tumpula Sawoo, goa Lowo Sampang, alas Kucur Badegan. Semua tempat itu mbangun ditata dan dibenahi agar semakin aman nyaman. Terlebih semua tempat itu dulu, untuk sarana meditasi. Tata cara agar terjadi keseimbangan jasmani rohani. Tata lahir amakarti, jroning batin angesthi Gusti.


Sejak tahun 1861 kraton Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh Kanjeng Sinuwun Paku Buwono IX. Beliau menjadi pelopor modernisasi di tanah Jawa. Maka beliau mendapat gelar Sinuwun Bangun Kedhaton tahun 1864 berkunjung di kabupaten Ponorogo. Sinuwun Paku Buwono IX meresmikan pembukaan kebun kakao, kopi, tebu, cengkeh, tembakau dan jambu mete. Kesadaran untuk menanam sangat tinggi di kalangan petani. Untuk itu para narakiswa atau among tani menanam ubi, pohong, jagung, padi, kacang dan kedelai.  Kabupaten Ponorogo benar-benar gemah ripah loh jinawi, tata tentem karta raharja.   


E. Bupati Ponorogo. 


Para Bupati Ponorogo yang Menjadi Pelopor Pembangunan


1. Adipati Martohadinagoro   1837 – 1854

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


2. Adipati Sosrokusumo 1854 – 1856

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


3. Adipati Cokronagoro I 1856 – 1882

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono VII, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


4. Adipati Cokronagoro II 1882 – 1813

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IX, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


5. Adipati Sosroprawiro 1913 – 1914

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


6. Adipati Cokrohadinagoro 1914 – 1916

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


7. Adipati Kusumoyudo 1916 – 1926

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


8. Adipati Saim Hadinagoro 1926 – 1934

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


9. Adipati Sutikno 1934 – 1944

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono X, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


10. Adipati Susanto Tirtojrodjo 1944 – 1945

Dilantik pada jaman pemerintahan Sinuwun Paku Buwono XI, raja kraton Surakarta Hadiningrat.


11. R Tjokrodiprodjo 1945 – 1949

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.


12. R Prajitno 1949 – 1951

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.


13. Moch Mangundiprojo  1951 – 1955

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.


14. R. Mahmoed 1955 – 1958

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.


15. RM. Harjogi    1958 – 1960

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.


16. R Dasoeki Prawirowasito   1960 – 1967

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.


17. R. Soejoso   1967 – 1968

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno.


18. R. Soedono  1968 – 1974

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.


19. H Soemadi  1974 – 1984

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.


20. Drs. Soebarkah  1984 – 1989

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.


21. Drs. Gatot Soemani  1989 – 1994

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.


22. Dr Markum Singodimejo   1994 – 2004

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Soeharto.


23. Muryanto, SH   2004 – 2005

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


24. Muhadi Suyono, SH   2005 – 2010

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


25. Amin, SH   2010 – 2015

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


26. Drs. Ipong Muchlissoni   2015 – 2020

Dilantik pada jaman pemerintahan Presiden Joko Widodo.



Dhandhanggula Wasitaning Ati 


Pamedhare wasitane ati 

Cumanthaka aniru  pujangga 

Dahat  mudha ing  batine

Nanging kedah ginunggung

Datan wruh yen keh kang ngesemi

Ameksa angrumpaka

Basa kang kalantur

tutur kang katula-katula

tinalaten rinuruh kalawan ririh

mrih padhanging sasmita


Sasmitaning ngurip puniki, 

mapan ewuh yen tan weruha, 

tan jumeneng ing uripe, 

akeh kang ngaku-aku, 

pangrasane sampun utami, 

tur durung wruh ing rasa, 

rasa kang satuhu, 

rasaning rasa punika, 

upayanen darapon sampurneng diri, 

ing kauripan nira.


Lamun sira anggeguru kaki, 

amiliha manungsa kang nyata, 

ingkang becik martabate, 

sarta kang wruh ing hukum, 

kang ngibadah lan kang wirangi, 

sukur oleh wong tapa, 

ingkang sampun mungkur, 

tan mikir pawehing liyan, 

iku pantes sira guronana kaki, 

sartane kawruhana.


Kutipan serat Wulangreh karya Sinuwun Paku Buwono IV di atas kerap menjadi bahan renungan bagi kabupaten Ponorogo. Bagi masyarakat Jawa serat Wulangreh menjadi bacaan wajib. Di sana tersedia pitutur luhur. Kehidupan semakin berbobot. Itulah ajaran Sinuwun Paku Buwana IV yang terkenal. Nasihat tembang ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memahami ilmu sangkan paraning dumadi atau makna hakekat kehidupan. Wejangan raja Surakarta ini sungguh mengandung nilai rendah hati. Meskipun pintar tetap tidak sombong. Ajaran itu juga menganjurkan seseorang untuk tekun berguru. Dengan menuntut ilmu pengetahuan, maka hidup menjadi lebih terang benderang.



Kutha Ponorogo mas, misuwur reoge

Cak-cak Surabaya jo lali mbarek ludruke

Empun kesusu kondur mirsanana sandur

Wayang topeng dhalang saking Madura sampun kondhang


Njajah desa milang kori nggoleki condhonge ati

Seni gambus misri Jombang gandrung Banyuwangi

Pandaan sendra tarine yen Nganjuk kondhang kledheke


Kutha Bondowoso mas misuwur tapene,

Cak cak Surabaya ja lali rujak cingure,

Timbang bali nglenthung wingka Babad luwung,

Mojokerto jipang wedang angsle asli Malang,


Njajah desa milang kori nggoleki condhonging ati,

Brem kutha Mediun kripik Trenggalek tamba gumun,

Kediri tahu takwane yen Nganjuk kondhang angine.



Kabupaten Ponorogo terkenal dengan kesenian reog. Tiap-tiap kota mempunyai jenis kesenian dan masakan yang khas dan enak. Wisata kuliner ini dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Wisatawan semakin krasan bila disuguhi seni budaya tradisional. Jawa Tengah dan Jawa Timur gudangnya kuliner dan seni budaya. Mari kita mencicipi masakan daerah ditanggung nyamleng. Kabupaten Ponorogo selalu menawarkan nilai logika etika estetika, cipta rasa karsa.


Rum kuncaraning bangsa, dumunung ing luhuring budaya.rel

Share:
Komentar

Berita Terkini